Artikel Detail

Pahami Konsekuensi Denda yang Dikenakan Jika Keberatan Pajak Anda Ditolak


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2024 tentang Pengajuan Keberatan Pajak dan Sanksi Administratif


Pada tahun 2024, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024 yang mengatur secara rinci mengenai mekanisme pengajuan keberatan pajak oleh Wajib Pajak. Aturan ini juga mencakup berbagai ketentuan terkait sanksi administratif yang dapat dikenakan apabila pengajuan keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai ketentuan dalam PMK tersebut serta sanksi administratif yang diatur oleh pemerintah.


Ketentuan Pengajuan Keberatan Pajak


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2024 secara jelas mengatur bahwa Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan terhadap sejumlah keputusan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Beberapa jenis keputusan yang dapat diajukan keberatan antara lain:


  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), yang merupakan ketetapan yang menunjukkan adanya pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak.
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), yang diterbitkan jika ada penambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), yang mengandung ketetapan pajak dengan nilai yang tidak ada atau nihil.
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak telah membayar pajak lebih dari jumlah yang seharusnya.
  5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT), yang memuat informasi mengenai jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
  7. Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB), yang berisi ketetapan pajak terkait dengan pajak bumi dan bangunan.


Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari keputusan pajak tersebut. Keberatan dapat diajukan jika Wajib Pajak merasa bahwa ketetapan yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik itu terkait dengan jumlah pajak yang dihitung, nilai rugi yang dihitung, atau kesalahan dalam pemotongan atau pemungutan pajak. Keberatan juga dapat diajukan terkait dengan besaran pajak yang terutang, seperti dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT) atau Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan.


Namun, apabila keberatan diajukan dengan alasan selain yang diatur dalam ketentuan ini, maka alasan tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. Oleh karena itu, penting bagi Wajib Pajak untuk memahami secara mendalam ketentuan yang ada agar pengajuan keberatan dapat diterima dan diproses dengan benar.


Sanksi Administratif Jika Keberatan Ditolak


Jika pengajuan keberatan ditolak atau hanya dikabulkan sebagian, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administratif berupa denda. Berdasarkan PMK Nomor 118 Tahun 2024, besaran denda yang dikenakan adalah sebesar 30 persen dari jumlah pajak yang tercantum dalam Surat Keputusan Keberatan, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum pengajuan keberatan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).


Beberapa situasi yang akan dikenakan sanksi denda ini antara lain:


  1. Keberatan Ditolak atau Dikabulkan Sebagian
    Jika keberatan ditolak atau hanya dikabulkan sebagian, Wajib Pajak akan dikenakan denda sebesar 30 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar setelah keputusan keberatan, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelumnya.

  2. Surat Keputusan Keberatan Menambah Pajak yang Harus Dibayar
    Apabila Surat Keputusan Keberatan mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, maka sanksi berupa denda sebesar 30 persen juga akan dikenakan.

  3. Banding Tidak Diterima atau Dicabut
    Denda juga akan diterapkan apabila Wajib Pajak mengajukan banding, namun putusan bandingnya adalah bahwa banding tersebut tidak dapat diterima atau dicabut oleh Wajib Pajak.


Namun, ada beberapa kondisi di mana Wajib Pajak tidak akan dikenakan sanksi administratif berupa denda:


  1. Pencabutan Pengajuan Keberatan
    Jika Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sebelum diputuskan, maka denda sebesar 30 persen tidak akan diterapkan.

  2. Keberatan Tidak Memenuhi Persyaratan
    Jika pengajuan keberatan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 13 ayat (2), maka keberatan tersebut tidak dipertimbangkan dan denda tidak dikenakan.

  3. Pengajuan Banding Atas Surat Keputusan Keberatan
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan, maka sanksi denda tidak diterapkan.


Pengecualian Terhadap Surat Keputusan Keberatan PBB


Peraturan ini memiliki pengecualian khusus terkait Surat Keputusan Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam hal ini, jika Surat Keputusan Keberatan diajukan banding atau permohonan peninjauan kembali dan hasilnya ditolak atau dikabulkan sebagian, maka Wajib Pajak tidak akan dikenakan sanksi administratif berupa denda seperti yang diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) dan ayat (5f) KUP. Pengecualian ini memberikan kelonggaran bagi Wajib Pajak dalam hal keberatan terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).


Penutupan


PMK Nomor 118 Tahun 2024 memberikan panduan yang lebih jelas dan rinci mengenai prosedur pengajuan keberatan pajak dan potensi sanksi administratif yang dapat dikenakan jika keberatan tersebut ditolak. Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan Wajib Pajak dapat lebih memahami hak dan kewajibannya dalam proses keberatan dan dapat menghindari sanksi yang tidak diinginkan. Tentunya, pemahaman yang baik mengenai peraturan ini akan membantu Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dengan cara yang benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.