Fenomena Penurunan Permukaan Tanah dan Dampaknya pada Kota-kota Besar di Indonesia
Penurunan permukaan tanah atau land subsidence semakin menjadi isu besar di sejumlah kota besar di Indonesia. Fenomena ini sebagian besar disebabkan oleh pemanfaatan air tanah yang berlebihan untuk keperluan industri, rumah tangga, serta sektor komersial, yang semakin meningkat seiring pesatnya urbanisasi. Di Jakarta, misalnya, penurunan tanah telah mencapai 1 hingga 15 cm per tahun dalam lima dekade terakhir, dengan beberapa lokasi mengalami penurunan hingga 20 hingga 28 cm.
Di kota Semarang, penurunan tanah juga cukup signifikan, dengan angka berkisar antara 0,83 hingga 13,93 cm per tahun. Wilayah Semarang Utara dan Semarang Timur adalah daerah yang paling terdampak. Kota-kota lain seperti Pekalongan dan Surabaya juga menghadapi permasalahan serupa. Di Pekalongan, penurunan tanah mencapai 2,1 hingga 11 cm per tahun, sementara di Surabaya berada pada kisaran 0,3 hingga 4,3 cm per tahun.
Faktor Penyebab Penurunan Permukaan Tanah
Salah satu penyebab utama penurunan permukaan tanah adalah meningkatnya penggunaan air tanah yang dipicu oleh pertumbuhan populasi yang pesat dan terbatasnya pasokan air bersih dari sistem perpipaan. Banyak industri dan pemukiman yang masih mengandalkan sumur bor sebagai sumber utama air bersih, yang menyebabkan eksploitasi air tanah tanpa pengendalian yang cukup. Selain itu, kondisi geologis seperti tanah aluvial yang mudah menyerap air dan perubahan tata guna lahan yang pesat—misalnya berkurangnya daerah resapan akibat pembangunan infrastruktur—juga memperburuk kondisi ini.
Dampak Penurunan Permukaan Tanah
Dampak dari penurunan permukaan tanah tidak hanya dirasakan pada sektor lingkungan, tetapi juga memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang besar. Infrastruktur seperti jalan, gedung, dan saluran air dapat rusak akibat penurunan tanah yang terus menerus, yang mengakibatkan biaya perbaikan yang tinggi. Selain itu, kualitas air tanah yang menurun akibat intrusi air laut (masuknya air laut ke dalam aliran air tanah) dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Solusi Mengatasi Penurunan Permukaan Tanah
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan kebijakan yang lebih ketat serta langkah-langkah mitigasi yang efektif, seperti pengelolaan sumber daya air yang lebih berkelanjutan, meningkatkan pasokan air perpipaan, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi air tanah. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencegah dampak buruk yang lebih besar di masa depan.
Optimalisasi Pajak Air Tanah sebagai Solusi
Dari sisi kebijakan fiskal, salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan tarif Pajak Air Tanah (PAT). Peningkatan tarif ini bertujuan untuk mengurangi eksploitasi air tanah yang berlebihan, baik oleh industri, perkantoran, maupun rumah tangga yang masih bergantung pada sumur bor sebagai sumber utama air bersih. Diharapkan dengan tarif yang lebih tinggi, pemanfaat air tanah akan beralih ke sumber air yang lebih berkelanjutan, seperti air perpipaan dari PDAM atau penggunaan air hujan.
Saat ini, tarif Pajak Air Tanah (PAT) di Indonesia umumnya diterapkan sebesar 20% dari nilai perolehan air tanah (NPAT), yang merupakan batas maksimal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Sebagai contoh, DKI Jakarta menetapkan tarif PAT sebesar 20%, begitu juga dengan Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi, dan beberapa kota besar lainnya. Namun, agar kebijakan ini lebih efektif dalam mengurangi eksploitasi air tanah, revisi terhadap UU HKPD mungkin perlu dilakukan, mengingat pembatasan yang ada saat ini masih membatasi fleksibilitas pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan yang lebih tegas. Beberapa hal yang bisa dimasukkan dalam revisi ini adalah:
Peningkatan Batas Maksimal Tarif Pajak Air Tanah
Tarif PAT di daerah dengan eksploitasi air tanah yang sangat tinggi seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang bisa dinaikkan menjadi 30 hingga 40 persen.
Penyesuaian Tarif Berdasarkan Segmentasi Pengguna
Sistem tarif progresif berdasarkan tingkat penggunaan air dan sektor pengguna bisa diterapkan. Misalnya, industri besar dan pusat perbelanjaan akan dikenakan tarif lebih tinggi, sementara rumah tangga kecil atau fasilitas sosial mendapat subsidi atau insentif untuk beralih ke air perpipaan.
Pengenaan Pajak Berdasarkan Volume Pengambilan Air
Pajak dapat dikenakan berdasarkan jumlah volume air yang diambil, bukan hanya berdasarkan NPAT, sehingga semakin banyak air yang digunakan, semakin tinggi pajaknya. Hal ini mendorong penggunaan air yang lebih efisien.
Insentif bagi Pengguna yang Beralih ke Sumber Air Berkelanjutan
Pemerintah daerah dapat memberi insentif bagi industri atau rumah tangga yang menggunakan sistem pengelolaan air alternatif, seperti pemanfaatan air hujan atau air daur ulang.
Tantangan dalam Penerapan Kebijakan Pajak Air Tanah
Meskipun peningkatan tarif Pajak Air Tanah (PAT) dapat mengurangi eksploitasi air tanah, penerapan kebijakan ini menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi antara lain:
Beban bagi Industri dan UMKM
Sektor industri dan usaha kecil yang masih bergantung pada air tanah dapat merasakan dampak langsung dari kenaikan tarif, yang bisa meningkatkan biaya operasional dan berpotensi menaikkan harga produk serta menurunkan daya saing mereka di pasar.
Kemunculan Sumur Ilegal
Peningkatan tarif juga dapat memicu munculnya sumur ilegal, yang digunakan oleh masyarakat atau industri untuk menghindari pajak yang lebih tinggi. Hal ini dapat memperburuk eksploitasi air tanah secara tidak terkendali.
Ketersediaan Infrastruktur Air Alternatif
Peningkatan tarif PAT hanya akan efektif jika infrastruktur air alternatif, seperti sistem air perpipaan dari PDAM yang berkualitas dan terjangkau, tersedia dengan baik. Jika infrastruktur ini belum memadai, kebijakan ini justru bisa memperburuk masalah ketidaktersediaan air bersih.
Kesimpulan
Optimalisasi pajak air tanah merupakan langkah penting dalam mengatasi penurunan permukaan tanah di Indonesia. Dengan kenaikan tarif yang tepat, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap air tanah dan mendorong penggunaan sumber air yang lebih berkelanjutan. Namun, kebijakan ini harus diterapkan dengan hati-hati, mengingat tantangan yang ada, serta disertai dengan pembangunan infrastruktur air bersih yang memadai dan edukasi kepada masyarakat. Jika dilakukan secara bijaksana, optimalisasi pajak air tanah dapat menjadi solusi yang efektif dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta menjamin ketersediaan air bersih untuk generasi mendatang.
2025-06-16 15:39:49
2025-06-11 16:29:51
2025-06-06 06:40:08
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved