Artikel Detail

4 Kategori Penghitungan Pajak yang Memerlukan Konversi Kurs Pajak

Pentingnya Kurs Pajak dalam Transaksi Internasional: Jenis-Jenis yang Wajib Menggunakannya


Dalam dunia usaha yang terhubung secara global, transaksi lintas negara menjadi hal yang umum. Salah satu aspek krusial yang sering luput diperhatikan pelaku usaha adalah penggunaan kurs pajak dalam kewajiban perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mewajibkan penggunaan kurs pajak tertentu untuk beberapa jenis transaksi, dan kurs ini ditetapkan secara mingguan oleh Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK).


Lantas, transaksi apa saja yang harus menggunakan kurs pajak? Berikut penjelasannya:




1. PPN atas Impor Barang Kena Pajak


Setiap kali ada kegiatan impor barang dari luar negeri yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), nilai transaksinya harus dikonversi ke Rupiah menggunakan kurs pajak yang berlaku saat transaksi terjadi. Kurs pajak ini menjadi dasar penghitungan nilai PPN yang harus dibayar.


Ilustrasi:


  • PT Terang Terus mengimpor barang dari Jerman senilai EUR 10.000.

  • Kurs pajak minggu tersebut: Rp17.000 per EUR.

  • Nilai Rupiah: 10.000 x 17.000 = Rp170.000.000

  • PPN 11%: Rp18.700.000




2. PPh atas Pembayaran ke Luar Negeri (Pasal 26)


Pembayaran ke pihak luar negeri—baik berupa royalti, bunga, jasa, atau dividen—termasuk dalam objek PPh Pasal 26. Nilai transaksi tersebut harus dikonversi dengan kurs pajak agar pemotongan PPh mencerminkan nilai sebenarnya dalam Rupiah.


Contoh Kasus:


  • PT Amal Barokah membayar royalti sebesar USD 5.000.

  • Kurs pajak saat itu: Rp15.500/USD.

  • Nilai Rupiah: 5.000 x 15.500 = Rp77.500.000

  • PPh 26 (20%): Rp15.500.000




3. Pelaporan SPT dengan Penghasilan dalam Mata Uang Asing


Jika suatu perusahaan menerima penghasilan atau menanggung biaya dalam mata uang asing, nilai tersebut tetap harus dilaporkan dalam Rupiah pada saat pelaporan SPT (baik Masa maupun Tahunan). Di sinilah kurs pajak berperan.


Studi Kasus:


  • PT Berlian memperoleh penghasilan jasa sebesar USD 20.000.

  • Kurs pajak saat transaksi: Rp15.800/USD.

  • Nilai dalam Rupiah: 20.000 x 15.800 = Rp316.000.000

  • Angka inilah yang dicatat dalam SPT Tahunan.




4. Ekspor Jasa yang Dikenai Pajak


Berbeda dengan ekspor barang yang dikenakan PPN 0%, ekspor jasa tetap memerlukan pencatatan nilai transaksinya. Nilai ekspor jasa harus dikonversi ke Rupiah dengan kurs pajak untuk keperluan dokumentasi dan pengkreditan Pajak Masukan.


Ilustrasi Praktis:


  • PT Makmur Sentosa mengekspor layanan IT ke Singapura senilai SGD 8.000.

  • Kurs pajak: Rp11.400/SGD.

  • Nilai dalam Rupiah: 8.000 x 11.400 = Rp91.200.000

  • Nilai ini menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.




Mengapa Mengikuti Kurs Pajak Resmi Itu Wajib?


Menggunakan kurs selain yang ditetapkan oleh DJP bisa mengakibatkan sanksi fiskal, denda, atau bahkan pemeriksaan pajak. Maka dari itu, pelaku usaha harus selalu mengikuti kurs pajak terbaru yang diperbarui setiap minggu. Kurs ini bisa diakses melalui laman resmi DJP maupun platform perpajakan digital yang terintegrasi.




Penutup


Mengerti dan menggunakan kurs pajak dengan benar adalah bagian dari kepatuhan sekaligus strategi cerdas dalam pengelolaan pajak. Kesalahan kecil dalam konversi bisa berdampak pada kewajiban pajak Anda secara keseluruhan—baik dari segi nominal pajak maupun potensi sanksi. Jadi, pastikan Anda selalu memperbarui informasi dan mengonversi nilai transaksi internasional sesuai kurs pajak yang berlaku.