Artikel Detail

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 74 Tahun 2024 mengenai Penyisihan Cadangan untuk Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Pada tanggal 18 Oktober 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 74 Tahun 2024, yang menjadi pedoman baru mengenai pembentukan cadangan piutang tak tertagih dan bagaimana hal ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi sejumlah badan usaha tertentu. Aturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan administrasi bagi para pelaku usaha di sektor perbankan dan lembaga pembiayaan, yang sering kali menghadapi tantangan terkait piutang yang tidak tertagih.

Dengan adanya PMK ini, para pengusaha yang menyalurkan kredit, termasuk bank, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi (leasing), dan perusahaan anjak piutang (faktor), kini memiliki acuan yang jelas dalam mengelola piutang tak tertagih dan cara pencatatannya dalam laporan keuangan serta perpajakan mereka.

Apa yang Dimaksud dengan Cadangan Piutang Tak Tertagih?

Secara sederhana, cadangan piutang tak tertagih adalah dana yang disisihkan oleh perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan bahwa sebagian dari piutang yang dimiliki perusahaan tidak akan dapat tertagih atau dibayar oleh debitur. Pada umumnya, ini terjadi karena debitur menghadapi kesulitan keuangan, kebangkrutan, atau berbagai alasan lain yang membuat mereka tidak mampu membayar utangnya.

Menurut PMK Nomor 74 Tahun 2024, cadangan piutang tak tertagih ini dihitung sebagai selisih antara nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak dan cadangan piutang tak tertagih awal yang tercatat pada awal tahun pajak yang sama. Ini artinya, jika pada tahun tertentu perusahaan sudah mencatatkan piutang yang tak tertagih, maka perusahaan dapat melakukan pencadangan untuk menanggulangi potensi kerugian tersebut dengan mengurangkan jumlah piutang tak tertagih yang tidak dapat dibayar.

Bagaimana Proses Penghitungan Cadangan Piutang Tak Tertagih?

Dalam perhitungan cadangan piutang tak tertagih, ada dua pendekatan utama yang diatur dalam PMK ini:

  1. Penghapusan Piutang Tak Tertagih Secara Langsung: Jika piutang sudah jelas tidak bisa ditagih (misalnya karena debitur bangkrut), perusahaan dapat menghapus piutang tersebut dari catatan keuangan mereka dan mengklaim biaya penghapusan ini sebagai pengurang penghasilan bruto yang akan mengurangi pajak terutang.

  2. Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih: Alternatif lainnya adalah perusahaan melakukan penyisihan cadangan piutang sejak awal pengakuan piutang. Penyisihan ini dilakukan dengan cara mencatatkan cadangan untuk piutang yang berisiko tak tertagih, meskipun belum ada penghapusan secara langsung. Pembentukan cadangan ini dapat digunakan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto untuk keperluan perpajakan.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah batasan nilai yang boleh digunakan dalam penghitungan cadangan piutang tak tertagih. Nilai tercatat cadangan piutang pada akhir tahun pajak harus menggunakan angka yang lebih kecil antara nilai yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan Indonesia atau nilai batasan tertentu yang ditetapkan dalam peraturan ini.

Siapa yang Dapat Menggunakan Ketentuan ini?

PMK Nomor 74 Tahun 2024 tidak berlaku untuk semua sektor usaha, melainkan hanya untuk wajib pajak yang bergerak di sektor-sektor tertentu, antara lain:

  • Bank yang memberikan kredit kepada nasabah.
  • Perusahaan pembiayaan konsumen yang menyediakan fasilitas kredit kepada konsumen.
  • Perusahaan sewa guna usaha (leasing) yang memberi kesempatan sewa barang dengan opsi untuk membeli.
  • Perusahaan anjak piutang (factoring) yang membeli piutang usaha untuk memperoleh pembayaran lebih cepat.

Dengan demikian, hanya badan usaha yang memiliki kaitan langsung dengan pemberian kredit atau piutang yang dapat memanfaatkan aturan pengurangan pajak melalui cadangan piutang tak tertagih ini.

Pentingnya Peraturan Baru Ini bagi Dunia Usaha

Peraturan ini hadir untuk menyelesaikan beberapa persoalan praktis yang selama ini dihadapi oleh perusahaan-perusahaan yang berurusan dengan piutang tak tertagih. Sebelum adanya PMK ini, banyak perusahaan kesulitan dalam menyusun laporan keuangan dan perhitungan pajak karena proses penghapusan piutang yang tidak tertagih kadang dianggap rumit atau tidak konsisten.

Dengan adanya PMK ini, perusahaan dapat lebih mudah menyisihkan biaya cadangan piutang yang tak tertagih, sehingga mempercepat proses penghitungan pajak penghasilan. Selain itu, peraturan ini memberikan kepastian hukum, sehingga para pelaku usaha bisa melakukan perencanaan pajak yang lebih baik dan menghindari potensi sengketa dengan otoritas pajak.

Perubahan yang Ditetapkan oleh PMK Nomor 74 Tahun 2024

PMK ini juga menyatakan bahwa aturan yang sebelumnya berlaku, yaitu PMK Nomor 81/PMK.03/2009, yang mengatur tentang pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya, telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa peraturan baru ini menggantikan ketentuan yang lebih lama dan memberikan pedoman yang lebih jelas dalam hal pembentukan cadangan piutang tak tertagih.

Menjadi Lebih Transparan dan Efisien

Dengan PMK ini, diharapkan proses perpajakan menjadi lebih transparan, efisien, dan terstruktur, serta dapat diikuti dengan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama di sektor keuangan. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pemberian kredit dan pembiayaan juga dapat lebih optimistis dalam mengelola piutang dan mengurangi potensi kerugian akibat piutang yang tidak tertagih.


Kesimpulan

PMK Nomor 74 Tahun 2024 adalah aturan yang sangat krusial bagi dunia usaha yang berhubungan dengan kredit, pembiayaan, dan piutang. Aturan ini memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk mengelola piutang tak tertagih dengan cara yang lebih terstruktur dan terukur, serta memberikan kejelasan mengenai cara pencatatannya dalam laporan pajak. Melalui peraturan ini, Kemenkeu tidak hanya berfokus pada kemudahan bagi pelaku usaha, tetapi juga memastikan bahwa sistem perpajakan Indonesia berjalan lebih adil dan berkelanjutan.

Dengan aturan baru ini, perusahaan-perusahaan tersebut akan memiliki fondasi yang lebih kuat untuk merencanakan dan mengelola risiko keuangan mereka, sambil tetap mematuhi kewajiban pajak dengan cara yang lebih efisien dan transparan.