Artikel Detail

Aturan Terkini tentang Cara Mencatat dan Membukukan untuk Kepentingan Pajak

Pencatatan dan Pembukuan Pajak: Lebih dari Sekadar Kewajiban Administratif


Bagi para pelaku usaha dan profesional yang bekerja mandiri, pencatatan dan pembukuan bukan hanya rutinitas administratif semata. Keduanya menjadi pilar penting dalam menjaga kepatuhan perpajakan yang sehat. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, pemerintah memperkenalkan aturan baru yang mengatur tata cara penyusunan serta siapa saja yang diwajibkan melakukan pencatatan dan pembukuan pajak.


Regulasi ini tidak hanya menetapkan bagaimana pencatatan dan pembukuan dilakukan, tetapi juga memberikan penjelasan mengenai jenis dokumen yang harus digunakan sebagai bukti pendukung, serta bagaimana dokumen tersebut harus disimpan.




Siapa Saja yang Diwajibkan?


PMK 81/2024 membagi Wajib Pajak ke dalam dua kategori utama berdasarkan kewajiban pencatatan dan pembukuan:


  1. Kelompok yang Wajib Mencatat:
    Termasuk di dalamnya adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki usaha atau pekerjaan bebas dan menggunakan tarif final atau norma penghitungan penghasilan neto (NPPN), selama omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun. Juga termasuk mereka yang tidak memiliki usaha maupun pekerjaan bebas, serta individu dengan kriteria tertentu.
    Pencatatan ini bersifat lebih sederhana daripada pembukuan, namun tetap harus dilakukan dengan tertib dan berdasarkan dokumen sah. Jika seseorang memilih melakukan pembukuan walau tidak diwajibkan, maka aturan pembukuan harus diikuti sepenuhnya.

  2. Kelompok yang Wajib Membukukan:
    Mencakup badan usaha, individu yang memilih melakukan pembukuan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Umumnya, semakin besar dan kompleks kegiatan usaha, maka kewajiban untuk membukukan menjadi tak terelakkan.




Cara Menyusun Pencatatan


Meski terdengar lebih ringan, pencatatan tidak boleh dianggap remeh. PMK 81/2024 mewajibkan pencatatan dilakukan secara runtut berdasarkan waktu (kronologis) dan dikelompokkan secara sistematis.
Semua transaksi—baik penghasilan maupun pengeluaran—wajib dicatat dan dilampiri dengan bukti sah seperti nota atau kuitansi.


Informasi yang wajib dicantumkan antara lain:


  • Total omzet atau penerimaan bruto

  • Biaya operasional

  • Penghasilan bersih (jika dihitung sendiri)

  • Transaksi yang dikenakan PPh Final

  • Transaksi yang dikecualikan dari objek pajak


Pencatatan bisa dilakukan secara manual, memakai spreadsheet, atau aplikasi digital. Namun, apapun bentuknya, data harus aman dan utuh.




Ketentuan Pembukuan yang Wajib Dipenuhi


Pembukuan harus dilakukan secara jujur dan menggambarkan kondisi usaha sebenarnya. Prinsip konsistensi dari tahun ke tahun juga penting agar laporan keuangan tetap bisa diandalkan.


PMK ini mewajibkan penggunaan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, yaitu:


  • SAK (Standar Akuntansi Keuangan)

  • SAK ETAP (untuk entitas tanpa akuntabilitas publik)


Isi pembukuan mencakup aset, utang, modal, penghasilan, biaya, transaksi tunai, serta penjualan dan pembelian.


Pembukuan dapat menggunakan sistem double entry atau sistem lain yang lazim, selama dapat menunjukkan kondisi keuangan usaha secara jelas. Seluruh laporan harus menggunakan bahasa Indonesia dan mata uang rupiah, kecuali ada izin dari Direktorat Jenderal Pajak untuk menggunakan bahasa asing dan mata uang lain seperti dolar AS.


Soal metode pengakuan pendapatan dan biaya, ada dua pendekatan yang dapat dipilih:


  • Stelsel Akrual: Pendapatan dan biaya diakui saat hak dan kewajiban muncul, tak harus menunggu kas berpindah.

  • Stelsel Kas: Pendapatan dan biaya hanya diakui saat uang benar-benar diterima atau dibayarkan.


Pemilihan metode ini harus dilakukan di awal tahun pajak dan tidak boleh berubah kecuali dengan persetujuan DJP.




Dokumen Pendukung dan Aturan Penyimpanan


Baik pencatatan maupun pembukuan harus didasarkan pada dokumen asli dan sah. Dokumen tersebut antara lain meliputi faktur, kuitansi, bukti transfer, hingga bukti potong/pungut pajak. Semua ini harus disusun secara berurutan dan terklasifikasi dengan baik.


Sistem yang digunakan boleh manual, elektronik, atau melalui aplikasi pihak ketiga. Yang penting, sistem tersebut harus menjamin keutuhan, keamanan, dan akurasi data.


Yang sering luput dari perhatian adalah kewajiban penyimpanan. PMK 81/2024 menegaskan bahwa seluruh dokumen pendukung pencatatan dan pembukuan harus disimpan minimal selama 10 tahun setelah tahun pajak terakhir. Penyimpanan ini bisa dalam bentuk fisik maupun digital.


Dokumen-dokumen ini akan menjadi alat bukti utama jika sewaktu-waktu terjadi pemeriksaan pajak. Maka dari itu, menjaga kelengkapan dan kerapihan dokumen bukan hanya soal aturan, tetapi juga bentuk pertanggungjawaban sebagai Wajib Pajak.