Di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, emas tetap menjadi salah satu instrumen investasi yang digemari oleh berbagai kalangan. Mulai dari generasi muda hingga kalangan lebih tua, banyak yang memandang emas sebagai pilihan aman dalam menjaga nilai aset. Hal ini tak lepas dari sifat emas yang cenderung stabil dan bahkan mengalami kenaikan nilai saat situasi ekonomi memburuk. Selain itu, emas juga dikenal memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, membuatnya mudah untuk diperjualbelikan kapan saja. Karena itu, tidak heran jika emas kerap disebut sebagai “safe haven asset”.
Namun, di balik daya tarik emas sebagai simbol kekayaan dan kestabilan nilai, terdapat aspek penting yang sering kali luput dari perhatian investor: pajak. Isu perpajakan bukan hanya soal kepatuhan administratif, melainkan juga bagian integral dari kebijakan fiskal negara. Pajak mencerminkan upaya pemerintah menjaga keadilan, stabilitas, dan kesinambungan penerimaan negara. Oleh karena itu, memahami kewajiban pajak atas investasi emas menjadi langkah krusial agar kegiatan investasi tetap legal, efisien, dan aman dari risiko hukum.
Dalam beberapa tahun terakhir, peraturan perpajakan terkait emas di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023. Ketiga regulasi ini tidak hanya bersifat teknis, tapi juga mencerminkan arah kebijakan fiskal yang ingin menyeimbangkan antara efektivitas pemungutan pajak dan perlindungan terhadap aktivitas ekonomi.
Sebelumnya, emas batangan tergolong dalam barang tidak kena pajak (non-BKP). Namun, UU HPP membawa perubahan dengan mempersempit pengecualian ini. Kini, hanya emas batangan yang digunakan untuk cadangan devisa negara yang bebas dari Pajak Pertambahan Nilai. Sementara emas batangan lain dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak (BKP), meski dengan perlakuan khusus.
Melalui PP Nomor 49 Tahun 2022, emas batangan ditetapkan sebagai BKP strategis yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN. Dengan kata lain, walau termasuk dalam kelompok BKP, penyerahan emas batangan tidak dikenakan PPN secara langsung.
Dalam peraturan ini, emas batangan yang mendapat fasilitas adalah yang memiliki kadar emas minimal 99,99% dan dibuktikan dengan sertifikat. Termasuk di dalamnya emas dengan pencatatan kepemilikan secara elektronik.
Di sisi lain, aspek Pajak Penghasilan atas transaksi emas diatur dalam PMK No. 48 Tahun 2023. Dalam aturan ini dijelaskan bahwa produsen dan pedagang yang menjual emas batangan dikenai PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual.
Namun, tidak semua pihak dikenai pemungutan PPh Pasal 22 ini. Beberapa pengecualian antara lain:
Konsumen akhir yang membeli emas untuk investasi pribadi
Wajib Pajak dengan skema pajak final dan telah menyerahkan surat keterangan
Wajib Pajak dengan surat bebas pemungutan PPh Pasal 22
Transaksi dengan Bank Indonesia
Penjualan melalui pasar fisik emas digital yang tunduk pada peraturan perdagangan komoditi
Bagi individu yang membeli emas untuk tujuan investasi pribadi dan bukan untuk diperjualbelikan kembali, statusnya sebagai konsumen akhir membebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22. Namun, ketika emas tersebut dijual dan menghasilkan keuntungan, barulah muncul kewajiban untuk melaporkan penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan membayar pajak sesuai tarif umum dalam Pasal 17 UU PPh.
Jika emas belum dijual, artinya belum terjadi keuntungan atau kerugian, maka cukup dilaporkan sebagai bagian dari harta dalam SPT Tahunan. Ini sejalan dengan sistem self-assessment di Indonesia, di mana Wajib Pajak diwajibkan secara mandiri menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya dengan benar dan jujur.
Investasi emas memang memberikan ketenangan karena sifatnya yang stabil dan likuid. Namun, untuk memastikan investasi berjalan dengan lancar dan legal, pemahaman terhadap aturan pajak menjadi keharusan. Meskipun pembelian emas untuk konsumsi pribadi tidak dikenai PPh Pasal 22, kewajiban pajak akan timbul saat emas dijual dan mendatangkan keuntungan. Selain itu, emas yang dimiliki harus dicatat dalam SPT Tahunan sebagai harta. Memahami dan mematuhi ketentuan pajak akan melindungi investor dari risiko hukum sekaligus mendukung prinsip self-assessment dalam sistem perpajakan nasional.
2025-09-24 15:19:27
2025-09-22 16:45:19
2025-09-19 14:22:02
2025-09-17 10:08:37
2025-09-15 16:54:37
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved