Perkembangan globalisasi telah mendorong lonjakan aktivitas produksi serta pergerakan modal antarnegara. Dalam laporan Global Trade Update edisi Juli 2025, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memproyeksikan bahwa nilai perdagangan global pada paruh pertama tahun 2025 akan mencapai USD 300 miliar. Angka ini diprediksi meningkat sebesar 2% pada semester kedua tahun yang sama. Meskipun globalisasi membuka peluang seperti akses ke pasar internasional dan peningkatan efisiensi operasional, ia juga membawa tantangan dalam aspek perpajakan internasional.
Salah satu ilustrasi nyata dari keterkaitan ekonomi global dapat dilihat pada industri pertambangan mineral. Misalnya, suatu proyek pertambangan dan pengolahan mineral dilakukan di negara A, tetapi menggunakan jasa teknik dari negara B, memperoleh pendanaan dari lembaga keuangan di negara C, dan menjual produknya ke negara D. Kompleksitas ini menciptakan implikasi pajak lintas yurisdiksi. Contohnya, ketika perusahaan di negara A membayar bunga pinjaman kepada kreditor di negara C, pembayaran tersebut mungkin dikenai potongan Pajak Penghasilan (PPh) oleh negara A, misalnya sebesar 20%. Di sisi lain, penghasilan bunga yang diterima kreditor juga dikenakan pajak oleh negara C, misalnya dengan tarif 25%. Akibatnya, kreditur dapat terkena pajak ganda atas penghasilan yang sama.
Namun, kondisi seperti itu dapat dihindari jika negara A dan negara C memiliki perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Dalam skema P3B, biasanya diatur bahwa negara tempat pembayar (negara A) boleh mengenakan pajak atas bunga, tetapi dengan batas tarif tertentu, misalnya maksimal 10%. Sementara itu, negara asal penerima penghasilan (negara C) memberikan kredit pajak atas pajak yang telah dipotong di negara A. Dengan begitu, kedua negara secara bersama-sama membagi hak pemajakan dan mencegah beban pajak berganda.
Untuk memperjelas, misalnya perusahaan tambang di negara A membayar bunga sebesar 1 miliar kepada kreditor di negara C. Dengan adanya P3B, negara A hanya memotong PPh sebesar 10% (atau 100 juta). Jumlah pajak yang telah dipotong tersebut kemudian dapat dikreditkan oleh kreditor di negara C saat menghitung kewajiban pajaknya.
Di Indonesia sendiri, peran P3B tidak hanya sebatas menghindari pajak berganda. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, khususnya Pasal 32A, ditegaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk membentuk serta menjalankan perjanjian perpajakan internasional. Tujuan dari perjanjian ini mencakup pencegahan pajak berganda, penghindaran penggerusan basis pajak (base erosion) dan pengalihan laba (profit shifting), pertukaran informasi perpajakan, kerja sama dalam penagihan, dan bentuk kolaborasi perpajakan lainnya.
Indonesia telah menjalin jaringan P3B dengan banyak negara di dunia, yang menjadi dasar penting bagi Wajib Pajak dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas negara. Keberadaan perjanjian ini dapat menjadi instrumen yang efektif untuk menghindari beban pajak dobel dan menciptakan kepastian hukum dalam kegiatan usaha internasional.
2025-08-11 13:58:22
2025-08-08 16:36:56
2025-08-06 12:48:52
2025-08-04 09:13:08
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved