Artikel Detail

Pengguna Air Tanah yang Kena Pajak di Jakarta: Panduan Perhitungan dan Simulasinya

Air Tanah: Sumber Tak Terlihat, Dampak Sangat Nyata

Air tanah memang tersembunyi di bawah permukaan, tetapi pengaruhnya begitu besar dalam mendukung kehidupan sehari-hari. Mulai dari memenuhi kebutuhan domestik seperti minum, memasak, hingga mencuci, sampai menjadi komponen vital dalam sektor ekonomi seperti industri, hotel, restoran, dan berbagai layanan umum—khususnya di wilayah Jakarta.

Namun, eksploitasi air tanah secara berlebihan tanpa kendali bisa berdampak serius: penurunan kualitas air, berkurangnya cadangan, bahkan menyebabkan turunnya permukaan tanah. Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan Pajak Air Tanah (PAT) sebagai langkah pengendalian. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 94 Tahun 2021 (Pergub 94/2021).

Artikel ini akan membahas siapa saja yang wajib membayar pajak ini, bagaimana cara menghitungnya, serta contoh penghitungan berdasarkan data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta dan regulasi terkait.


Kategori Pengguna Air Tanah yang Wajib Bayar Pajak

Menurut Bapenda Jakarta, pengguna air tanah dikelompokkan menjadi lima kategori berdasarkan jenis dan skala usaha serta jumlah air yang digunakan. Pengelompokan ini penting karena menentukan besarnya pajak yang dikenakan.

Berikut adalah lima kelompok yang menjadi subjek PAT:

  1. Usaha Pengolahan Air
    Termasuk di dalamnya perusahaan air minum, pabrik air kemasan, pembuat es kristal, pabrik minuman olahan, hingga penyedia air baku.

  2. Industri Besar Nonair
    Seperti industri tekstil, pabrik makanan dan kimia, hotel bintang tiga ke atas, peternakan skala industri, lapangan golf, hingga pabrik kertas.

  3. Industri Menengah Nonair
    Misalnya, hotel bintang satu dan dua, apartemen, pusat belanja, showroom mobil, percetakan besar, hingga pabrik es skala kecil.

  4. Usaha Skala Kecil Nonair
    Termasuk rumah makan, kafe, losmen, penatu, kolam renang, tempat pencucian mobil, hingga kantor konsultan kecil.

  5. Usaha Penunjang Kebutuhan Pokok dan Rumah Tangga Mewah
    Meliputi rumah sakit, SPBU, klinik, laboratorium, yayasan sosial, hingga rumah tangga yang memiliki sumur bor sendiri.

Jika suatu jenis usaha belum disebutkan secara spesifik, namun memiliki karakteristik serupa, maka akan dimasukkan ke dalam kategori terdekat.


Cara Menghitung Pajak Air Tanah

Penentuan jumlah PAT tidak hanya mempertimbangkan kategori usaha, tetapi juga jumlah air yang diambil serta kondisi lingkungan. Tiga elemen utama dalam perhitungannya adalah:

1. Nilai Perolehan Air (NPA)

NPA menunjukkan nilai ekonomis air tanah yang digunakan. Perhitungannya melibatkan enam variabel: jenis dan lokasi sumber air, tujuan pengambilan, volume air, kualitas sumber air, serta dampak lingkungan.
Rumus:
NPA = Volume Air × Harga Dasar Air (HDA)

2. Harga Dasar Air (HDA)

HDA diperoleh dari perkalian antara Harga Air Baku (HAB) dan Faktor Nilai Air (FNA).
Pemerintah DKI menetapkan HAB sebesar Rp14.538 per m³.

Rumus:
HDA = HAB × FNA

3. Faktor Nilai Air (FNA)

FNA merupakan skor gabungan dari:

  • Komponen Sumber Daya Alam (60%): mengacu pada kualitas air dan ketersediaan sumber alternatif.

  • Komponen Pemanfaatan (40%): mempertimbangkan kategori pengguna serta volume air yang digunakan.

Setelah diperoleh nilai NPA, perhitungan PAT sangat sederhana:
Rumus:
PAT = 20% × NPA


Studi Kasus: Hotel Bintang 4 di Jakarta

Misalnya sebuah hotel bintang empat di Jakarta tidak menggunakan pasokan PDAM, melainkan memanfaatkan sumur bor sendiri. Volume air tanah yang dipakai mencapai 1.200 m³ per bulan.

Air tanah yang diambil tergolong berkualitas baik dan tidak memiliki alternatif sumber air. Berdasarkan Pergub 94/2021, hotel ini tergolong dalam Kelompok 2, dan sesuai tabel, FNA-nya adalah 14,852.

Mari kita hitung:

1. Menghitung HDA

HDA = Rp14.538 × 14,852 = Rp215.918 per m³

2. Menghitung NPA

NPA = 1.200 m³ × Rp215.918 = Rp259.102.051

3. Menghitung PAT

PAT = 20% × Rp259.102.051 = Rp51.820.410

Jadi, pajak yang harus dibayarkan hotel tersebut atas penggunaan air tanah bulanannya adalah sekitar Rp51,8 juta.


Kesimpulan

Air tanah adalah sumber daya vital yang harus dikelola dengan bijak. Dengan diberlakukannya Pajak Air Tanah, Pemprov DKI Jakarta berupaya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Kebijakan ini bukan hanya soal pungutan, tetapi juga soal tanggung jawab bersama dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam untuk masa depan.