Guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, Pemerintah Indonesia kembali menaruh perhatian pada sektor properti sebagai motor penggerak utama. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah memperpanjang insentif berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah. Insentif ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025, yang mengatur tentang PPN atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun selama tahun anggaran 2025.
Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari program serupa di tahun-tahun sebelumnya, yang terbukti efektif dalam merangsang permintaan properti di tengah masyarakat. Dengan harga yang lebih terjangkau berkat insentif tersebut, semakin banyak warga yang mampu membeli hunian. Selain itu, langkah ini juga diyakini dapat mempercepat penjualan unit yang belum laku serta mendorong pengembang untuk melanjutkan pembangunan proyek-proyek baru. Efeknya tidak hanya dirasakan di sektor properti, tapi juga berdampak luas terhadap sektor pendukung lainnya seperti konstruksi, bahan bangunan, perbankan, dan furnitur.
Insentif ini diberikan kepada pembeli individu, baik Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki NPWP atau NIK, maupun Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki NPWP dan memenuhi ketentuan hukum terkait kepemilikan hunian di Indonesia. Namun, insentif ini hanya berlaku satu kali untuk satu orang atas satu unit rumah tapak atau satuan rumah susun.
Hanya berlaku untuk rumah baru (bukan bekas) yang dibeli dari Pengusaha Kena Pajak (PKP). Properti yang dimaksud meliputi rumah tapak dan satuan rumah susun, termasuk bangunan yang sebagian berfungsi sebagai toko atau kantor.
PPN DTP ini diberikan untuk transaksi yang berlangsung antara 1 Januari hingga 31 Desember 2025. Syarat tambahan: uang muka atau cicilan pertama kepada PKP harus dibayarkan pada atau setelah 1 Januari 2025.
Insentif berlaku penuh untuk rumah dengan harga hingga Rp2 miliar. Untuk rumah dengan harga antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar, insentif hanya diberikan untuk bagian harga sampai Rp2 miliar—sisanya dikenakan PPN biasa.
Besaran insentif yang diberikan tergantung pada waktu serah terima properti (BAST):
1 Januari – 30 Juni 2025: PPN ditanggung pemerintah sebesar 100% atas nilai sampai Rp2 miliar.
1 Juli – 31 Desember 2025: Insentif dikurangi menjadi 50% dari PPN atas nilai yang sama (hingga Rp2 miliar).
Jika harga rumah melebihi Rp2 miliar, maka PPN atas selisihnya tetap menjadi tanggung jawab pembeli.
Agar dapat memanfaatkan insentif ini, baik pembeli maupun pengembang harus memenuhi beberapa kewajiban administratif, yaitu:
Penjual (PKP) wajib membuat Faktur Pajak, sesuai ketentuan perpajakan, serta menyusun laporan realisasi PPN DTP.
Faktur Pajak harus menyertakan kode identitas rumah di kolom nama barang. Untuk harga hingga Rp2 miliar, gunakan kode transaksi 07. Jika harga lebih tinggi, PKP harus membuat dua faktur: satu dengan kode 07 (untuk bagian yang ditanggung pemerintah), dan satu dengan kode 04 (untuk bagian yang tidak ditanggung pemerintah). Faktur juga wajib mencantumkan keterangan:
“PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR 13 TAHUN 2025”.
Dokumen BAST harus didaftarkan di aplikasi yang disediakan oleh kementerian terkait (seperti Sikumbang) maksimal pada akhir bulan berikutnya setelah serah terima.
Hunian yang dibeli tidak boleh dijual kembali dalam kurun waktu kurang dari satu tahun sejak tanggal serah terima.
Insentif tidak berlaku jika rumah sudah pernah dipindahtangankan atau sudah memperoleh bentuk insentif fiskal lainnya sebelumnya.
Dengan diberlakukannya PMK 13/2025, diharapkan industri properti kembali menunjukkan geliat positif. Di satu sisi, insentif ini meringankan beban finansial calon pembeli. Di sisi lain, ini menjadi sinyal kuat dari pemerintah bahwa mereka serius menjaga stabilitas ekonomi. Keberhasilan kebijakan ini tentu sangat bergantung pada pemahaman dan kepatuhan semua pihak terhadap aturan yang berlaku.
2025-08-27 10:34:13
2025-08-25 10:21:35
2025-08-22 19:36:18
2025-08-18 10:14:23
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved