PMK 118 Tahun 2024 Berlaku Mulai 1 Januari 2025, Ini Perubahan Tata Cara Pengajuan Pengurangan Sanksi Pajak
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024 mengenai Tata Cara Pembetulan, Keberatan, Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan di Bidang Perpajakan mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2025. Banyak Wajib Pajak masih belum menyadari bahwa mekanisme permohonan pengurangan sanksi kini telah berubah dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya.
Pada Bab IV yang membahas secara rinci Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan, dijelaskan aturan baru terkait pengajuan pengurangan sanksi. Ketentuan ini dibuat untuk mengimplementasikan amanat dari Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
PMK ini menegaskan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi apabila dapat membuktikan bahwa sanksi tersebut timbul akibat kekhilafan, bukan kesengajaan atau kelalaian dari pihak Wajib Pajak.
Seiring dengan diberlakukannya sistem administrasi perpajakan baru, yaitu Coretax, pada awal 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga telah menetapkan kebijakan untuk menghapus sanksi yang timbul akibat kesalahan sistem, khususnya untuk masa pajak Januari hingga Maret 2025. Dalam hal ini, penghapusan sanksi dilakukan tanpa diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP). Namun, jika STP sudah diterbitkan, maka DJP akan menghapus sanksi tersebut secara jabatan, tanpa perlu permohonan dari Wajib Pajak.
Memasuki periode selanjutnya, pengenaan sanksi akan kembali mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak yang ingin mengajukan permohonan penghapusan sanksi karena alasan kekhilafan (bukan kesalahan) dapat mengirimkan permohonan melalui pos tercatat, langsung ke loket TPT di KPP, atau secara daring melalui sistem Coretax.
Sebelum mengajukan permohonan, terdapat beberapa syarat formal yang wajib diperhatikan agar permohonan tidak ditolak, yaitu:
Seluruh kewajiban pajak yang tidak atau kurang dibayar, termasuk pokok atau selisih pokok PBB, harus sudah dilunasi oleh Wajib Pajak.
Permohonan harus diajukan sebelum adanya pengajuan lelang atau permintaan pemindahbukuan barang sitaan yang berkaitan dengan tindakan penagihan atas SKP, STP, SKP PBB, atau STP PBB.
Salah satu perbedaan utama dalam peraturan baru ini adalah adanya mekanisme perhitungan proporsional terhadap sanksi yang dapat dikurangkan. Berdasarkan Pasal 23 ayat (6) PMK 118/2024, jika Wajib Pajak telah melakukan pembayaran sebelum bulan pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi, maka pembayaran tersebut akan dialokasikan secara proporsional sebagai pelunasan:
Jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau selisih pokok PBB yang belum dilunasi; dan
Sanksi atau denda administratif atas Pajak Bumi dan Bangunan.
Apabila pembayaran dilakukan pada bulan yang sama dengan pengajuan permohonan, maka pembayaran tersebut sepenuhnya dianggap sebagai pelunasan pokok pajak atau kekurangan pembayaran PBB.
Dengan mulai berlakunya PMK ini, maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan SKP/STP resmi dicabut dan tidak berlaku lagi.
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved