Artikel Detail

Laporan Wajib Lain dari Lembaga Keuangan ke DJP, Bukan Cuma SPT Tahunan!

Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Pemanfaatan Informasi Keuangan


Pemerintah terus mendorong upaya peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber utama pembiayaan negara. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah dengan mengandalkan data keuangan untuk memperluas cakupan Wajib Pajak. Namun, inisiatif ini sebelumnya terhambat oleh keterbatasan akses otoritas pajak terhadap informasi rekening keuangan, yang dilindungi oleh prinsip kerahasiaan perbankan.


Situasi tersebut menjadi pemicu lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Melalui ketentuan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diberikan kewenangan penuh untuk mengakses data keuangan, dengan menempatkan kepentingan perpajakan di atas aturan kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam UU Perbankan.




Aturan Pelaksana dan Panduan Teknis


Implementasi UU tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017, yang telah mengalami beberapa perubahan, terakhir melalui PMK Nomor 47 Tahun 2024. Aturan ini menjadi pedoman bagi lembaga keuangan dalam menyampaikan informasi kepada DJP, baik untuk keperluan pengawasan pajak dalam negeri maupun dalam rangka pertukaran data lintas negara.




Lembaga yang Wajib Melaporkan


PMK ini menetapkan bahwa pelaporan informasi keuangan wajib dilakukan oleh:


  1. Lembaga Jasa Keuangan (LJK): yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bergerak di sektor perbankan, asuransi, serta pasar modal.

  2. LJK Lainnya: lembaga keuangan di bawah pengawasan OJK namun bergerak di luar sektor di atas.

  3. Entitas Lain: lembaga keuangan yang tidak berada dalam pengawasan OJK.


Ketiga jenis lembaga ini harus terlebih dahulu melakukan proses self-identification untuk menentukan apakah mereka termasuk sebagai Lembaga Keuangan Pelapor (LK Pelapor) atau Non-Pelapor. LK Pelapor umumnya merupakan entitas yang menjalankan fungsi sebagai lembaga kustodian, penyimpan dana, perusahaan asuransi tertentu, atau entitas investasi. Sementara itu, lembaga yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan (LK Nonpelapor) mencakup instansi pemerintah, organisasi internasional, dana pensiun tertentu, serta entitas dengan risiko rendah terhadap praktik penghindaran pajak.


Pendaftaran status LK Pelapor/Nonpelapor harus dilakukan kepada DJP, baik secara langsung, melalui sistem elektronik, maupun lewat pengiriman pos, dengan tenggat waktu hingga akhir Februari tahun berikutnya setelah kriteria sebagai pelapor dipenuhi.




Jenis Informasi yang Harus Dilaporkan


Lembaga yang terklasifikasi sebagai LK Pelapor wajib menyerahkan data informasi keuangan kepada DJP. Sebelum pelaporan dilakukan, lembaga harus mengidentifikasi terlebih dahulu jenis rekening keuangan yang dimiliki nasabah, untuk menentukan apakah rekening tersebut wajib dilaporkan atau termasuk kategori dikecualikan (excluded account).


Rekening yang wajib dilaporkan meliputi:


  1. Rekening simpanan (tabungan, giro, deposito, dsb),

  2. Rekening kustodian (aset investasi),

  3. Rekening ekuitas atau utang pada entitas investasi,

  4. Kontrak asuransi bernilai tunai atau anuitas.


Untuk kepentingan dalam negeri, pelaporan dilakukan atas rekening milik individu dengan saldo gabungan minimum Rp1 miliar, dan untuk entitas tanpa batasan saldo. Untuk produk asuransi, nilai pertanggungan minimal Rp1 miliar menjadi ambang batas pelaporan. Sedangkan untuk pelaporan internasional, semua rekening wajib dilaporkan tanpa memperhatikan nilai saldo.


Jenis rekening yang masuk dalam excluded account hanya dikecualikan untuk keperluan pelaporan internasional, dan terdiri atas rekening pensiun, rekening nonpensiun dengan insentif pajak, polis asuransi tertentu, serta rekening warisan dan escrow yang memenuhi kriteria tertentu.




Informasi yang Harus Dicantumkan


Setiap laporan wajib memuat informasi berikut:


  • Identitas pemilik rekening (nama, alamat, domisili pajak, NPWP/TIN, tempat dan tanggal lahir),

  • Nomor rekening,

  • Informasi lembaga pelapor,

  • Nilai saldo pada akhir tahun,

  • Penghasilan terkait rekening, seperti bunga, dividen, hasil penjualan aset keuangan, dan pembayaran lain yang relevan.


Jika dalam satu tahun tidak ditemukan rekening yang wajib dilaporkan, lembaga pelapor tetap harus mengirimkan laporan nihil.




Jadwal Pelaporan


  • LJK (di bawah OJK) wajib menyampaikan laporan ke OJK paling lambat 1 Agustus setiap tahun.
    Selanjutnya, OJK akan meneruskan laporan tersebut ke DJP paling lambat 31 Agustus.

  • LJK Lainnya dan Entitas Lain langsung melaporkan ke DJP paling lambat 30 April.




Sanksi atas Ketidakpatuhan


Jika suatu lembaga keuangan terindikasi melanggar ketentuan, misalnya tidak menjalankan proses identifikasi rekening, memberikan informasi yang tidak benar, atau menyampaikan data yang tidak lengkap, maka DJP akan mengirimkan permintaan klarifikasi terlebih dahulu.


Apabila tidak ditanggapi, akan diterbitkan teguran tertulis. Jika dalam waktu 14 hari kalender sejak diterimanya teguran tersebut tidak ada perbaikan, maka DJP dapat memulai pemeriksaan bukti awal, yang bisa berujung pada proses penyidikan dan pemberlakuan sanksi sesuai Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2017.




Penutup


Kebijakan mengenai akses informasi keuangan ini menjadi tonggak penting dalam meningkatkan keterbukaan data di sektor keuangan untuk mendukung sistem perpajakan yang adil. Lembaga keuangan memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan kelengkapan dan ketepatan pelaporan. Melalui kepatuhan yang baik, mereka tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan sistem perpajakan yang transparan dan kredibel, serta menjaga kepercayaan publik terhadap institusi keuangan.